Arsip Blog

Sabtu, 07 Juli 2018

Menjadi Santri


ini cerita anekdot seorang pimpinan pondok pesantren.

 Waktu pertama melepas anak nyantri, orang tua bilang, ustadz mohon doanya agar anak saya betah di pesantren bisa menimba ilmu dan jadi anak yang bermanfaat, ustadznya langsung mendoakan

Waktu anak selesai nyantri, orang tua memohon, ustadz tolong dibantu dan didoain anak saya agar betah di rumah, lah kok sesudah nyantri tidak betah di rumah, lebih sering rindu di pesantren.
ustadnya bingung mendoakan hahaha

Buat yang sedih melepas anaknya nyantri akan merasakan hal diatas, saat pertama berpisah dengan anak memang berat, bersliweran di status FB emak-emak soleha yang baper melepas kepergian buah hati menuntut ilmu di pesantren, sedih, khawatir, haru bercampur aduk.

Sedih karena akan berpisah lama bisa tiga atau enam tahun, khawatir karena anak dianggap masih terlalu kecil, belum mandiri, biasa dilayani, kini harus bisa menjalani kehidupan secara mandiri, haru biru pertama kali merasakan betapa berpisah dengan anak dalam waktu lama membawa kesedihan mendalam.

itulah yang saya rasakan juga waktu anak saya nyantri, punya anak cuma dua dan dua-duanya nyantri, ketika anak pertama nyantri saya berusaha menahan air mata perpisahan, ibunya mah sudah mewek, sedangkan anaknya dengan wajah melas melepas kepergian saya, saat mau pulang dari pesantren.

Saya pernah tanya ke anak, waktu itu aa sedih nggak? ya sedih lah, bukan cuma aa semua di kamar menahan sedih, karena tidak tahan akhirnya meledak, mereka semua nangis berjamaah hahaha, kata anak saya nangis berjamaah itu ritual tahunan santri baru.

Anak saya yang perempuan type pendiam, tidak banyak omong, waktu seminggu pertama tegar, minggu berikutnya mulai bawel, tidak ngomong minta pulang, tapi ingin ditemenin terus di pesantren

Saya akhirnya memutuskan menginap tiga hari berturut-turut, minggu berikutnya bawel lagi akhirnya bolak balik nemenin si cantik menempuh jarak lebih dari 150 km Bekasi-Lebak di Pesantren La Tansa.

Alhamdulillah anaknya mulai betah, jelang semester awal, sudah tidak bawel lagi, jadwal kunjungan bisa diatur sebulan sekali.
Ketika sudah nyantri lewati tahun pertama mereka malah enjoy, tidak ada keluhan bahkan menjadi teramat mandiri, jarang nelepon atau kasih kabar, suka gemes, saat saya kunjungan, saya protes ke anak-anak kamu nggak kangen sama ayah-ibu? dengan nyantai bilang enggak, kadang kangen tapi males nelepon karena antri.

Mereka sudah teramat betah dan nyaman di pesantren, hingga saat liburan tidak betah terlalu lama di rumah karena tidak ada kegiatan, mereka ingin cepat libur selesai balik ke pesantren.

Anak saya yang pertama dengan bangga bilang, kalau udah lulus mau ngabdi dipesantren, lah nyantri 7 tahun ditambah ngabdi 2 tahun, 9 tahun berpisah, saya langsung bilang nggak usah ngabdi di pesantren ya, di masyarakat saja.

Mengapa mau ngabdi? itu menunjukan pesantren sudah menjadi rumah pertama mereka, karena di pesantren semua mereka dapat dari mulai ilmu, keterampilan, praktik keagamaan sampai pertemanan sejati, karena mereka berinteraksi satu sama lain selama 24 jam.

Jadi waspadalah buat emak-emak yg melepas anaknya nyantri, tahun pertama bolehlah sedih, tapi selanjutnya jangan kaget kalau mereka lebih betah di pesantren ketimbang di rumah.

Note : Photo waktu kelulusan anak saya di pesantren La Tansa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar