Arsip Blog

Rabu, 10 Oktober 2018

Phobia Jilbab


Phobia terhadap jilbab sudah berlangsung lama di negeri ini, dimulai dari rejim orde baru yang memang sangat repreship dan anti terhadap islam politik, baca lebih lengkap di link berikut ini

Dikalangan liberal pun phobia terhadap jilbab sudah lama berlangsung, mereka menganggap jilbab tidak lebih dari pengekangan tehadap perempuan.

Di negeri yang konon mayoritas muslim pernah kok beberapa perusahaan, rumah sakit bahkan sebuah stasiun televisi diberitakan melarang jilbab sampai hari ini.

Namun gerakan jilbab laksana air bah, semakin di tekan energinya semakin membesar, kini jilbab sedang mencapai puncak popularitas. Nyaris semua aspek dimana kaum perempuan berkiprah jilbab sudah menjadi pemandangan biasa.

Heboh tentang jilbab dilarang di olahraga judo, itu hal yang lumrah, sebagaimana lumrahnya jilbab dulu dilarang, jangan dulu emosi, kalau memang itu ada aturan karena menyangkut keselamatan, ya tinggal cari bahan yg tidak membuat atlit celaka, berita dibawah ini contohnya

Di pabrik pada bagian produksi dengan sistem ban berjalan, pemakaian jilbab yang berkibar-kibar juga berbahaya dan bisa menimbulkan kecelakaan kerja, namun dengan jilbab modifikasi, jilbab bisa tetap di pakai untuk bekerja.

Kalau alasan keselamatan kerja atau kecelakaan saat bertanding judo, bukan jilbab yang jadi masalah, sebab yang namanya kecelakaan dalam kerja dan pertandingan olahraga, tidak mesti yang berjilbab saja yang bisa celaka, yang tidak berjilbab bisa celaka juga.

Tinggal dicari solusi jilbab yang tidak mencelakakan, bisa modif bahan, modif disain dan modif cara pemakaian selesai, seperti cerita atlet Arab saudi di link berita diatas.

Namun jika larangan didasarkan ideologi, kebencian kepada jilbab, seperti rezim orde baru dan kaum liberal itu yang patut dilawan. Kebencian melahirkan ketidak adilan, bagaimanapun kita berargumen tentang kewajiban jilbab bagi yang anti islam tidaklah mereka peduli.

Tinggal pilihan kita mensikapi suatu kasus yang menimpa pemakai jilbab, apakah anda masuk kategori membenci jilbab dengan berdalih sejuta argumen namun jauh dilubuk hati membenci jilbab/islan atau pencinta jilbab dengan mencari solusi? tanyakan nurani anda.

Kamis, 04 Oktober 2018

Mengakui Kesalahan


Salah satu terapi psikologis paling ampuh menghadapi problema hidup adalah mengakui kekeliruan, dalam prespektif agama mengakui kesalahan disebut bertaubat.
Ketika anda banyak kesalahan, mempunyai dosa yang bejibun Tuhan mengundang kita untuk mendekat padanya, melakukan konteplasi diri hingga ujungnya mengakui dosa dan mohon ampun padanya dan mohon maaf kepada sesama.

Mengakui kesalaham memang berat, apalagi bagi yang terbiasa berbohong, sekali tukang bohong berbohong, maka akan ditutupi dengan kebohongan baru pada ujungnya selama hidup terus berbohong.

Mereka yang mempunyai keberanian mengakui kesalahan, meminta maaf pada sesama dan bertaubat kepada Tuhannya, sesungguhnya telah menemukan cara melepas beban kehidupan yang menimpa.
Problematika hidup manusia modern adalah keterasingan di tengah keramaian, mereka hidup berjibaku saling bersaing bahkan saling menjatuhkan.

Seorang pakar Psikologi Prof Dr. Zakiah Darajat dalam bukunya Sholat menjadikan hidup bermakna menulis.
Terapis bagi mereka punya beban mental berat adalah mengungkapkan gunda gulana pada seseorang ahli terapis (psikolog) yang mampu mendengarkan keluh kesah mereka, melepas kepenatan dan bisa membuka solusi bagi kehidupan.

Namun kalau setiap problematika yang sulit terpecahkan harus konsultasi ke psikolog, berapa biaya yang harus di keluarkan?pastilah sangat mahal
Tuhan membuka kesempatan lima waktu sehari bagi mereka yang gundah gulana mengadu pada-Nya, meminta pertolongan padaNya dan meminta diberi Solusi sehingga ketenangan hidup didapat,

Menurut Prof Zakiah sholat adalah terapis psikologi paling ampuh dan berbiaya sangat murah.
Maka ketika sudah mengadu padanya, beban mental yang menghimpit bisa dilepas, ketenangan hidup itu muncul, pikiran menjadi tenang sehingga solusi bisa diurai.

Jadi mengakui kesalahan, meminta maaf pada sesama bukanlah sebuah aib, itu merupakan solusi yang diberikan Tuhan agar kita selalu ingat padanya dan senantiasa dibimbing oleh-Nya agar kita selamat menapaki kehidupan.

Kamis barokah, jangan lupa bahagia.

Rabu, 03 Oktober 2018

Di Bohongin Ratna

Akhirnya terungkap Ratna Sarumpaet berbohong, betapa menyakitkan dibohongin orang yang kita percaya, Seorang Prabowo, Sandi, Amien Rais dan semua pendukungnya merasa dapat pukulan telak di bohongin kawan seperjuangan.


Kejujuran dalam perjuangan itu penting, seorang pejuang tidak akan menggunakan kata-kata culas, perbuatan culas, sampai tindakan culas untuk meraih simpati.

Pastinya perilaku Ratna membuat geram banyak orang, termasuk saya, sungguh tercela dan memalukan tindakan Ratna, pastinya dia akan mendapat hukuman dalam bentuk dikucilkan kawan seperjuangan.
Untuk itu sangat terhormat kalau kita meminta maaf kepada pihak-pihak yang telah menjadi terduga terutama aparat polisi yang sudah terlanjur di jadikan kambing hitam, saya akan seperti nanik s diyang akan menghapus status yang memojokan aparat dalam kasus Ratna dan meminta maaf.

Tidak akan tercela mengakui sebuah kesalahan, tidak akan terhina seseorang mengakui kekeliruan, sebagaimana Tuhan menerima dengan terbuka hambanya yang mengakui kesalahan dalam bentuk tobat.

Pelajaran apa yang kita petik dari kasus Ratna? bahwa dalam satu barisan perjuangan walaupun tujuan mulia namun sangat dimungkinkan satu dua orang berbeda jalan dalam menggapai tujuan.
Seorang kawan bertanya gimana tuh dibohongin Ratna? jawab saya simple dalam hidup teramat biasa kita dibohongin kawan seiring yang sangat dipercaya, jadi jangan baper.

Lalu sikap kita selanjutnya apa? ya legowo menerima dengan lapang dada, sambil intropeksi diri, menata barisan yang sedikit terganggu akibat ulah seorang Ratna, justru dengan kasus Ratna berkurang satu orang yang bisa merusak perjuangan.

Tapi bukan berarti perjuangan berhenti, teruslah berjuang dengan tetap dalam satu barisan, selama belum injuri time, perjuangan tetap tidak boleh berhenti. Untuk selanjutnya berhati-hati dalam mengunyah sebuah berita.

Soal Ratna Bohong gimana! Awalnya geram lalu? Ah biarkan saja toh, kita tidak tahu awalnya kita dibohongin, kita berpasangka baik pada Ratna, toh bukan cuma dia yang tukang bohong, banyak kok yang jadi tukang bohong namun dibungkus dengan kemasan bagus pada akhirnya nanti kebohongan itu akan terungkap.

Jadi apakah kita terus berhenti mengkritisi sesuatu hanya karena kasus Ratna? Oh tentu tidak, tetaplah kritis, dengan kekritisanmu itu akan membuat ada cek and balance dalam kehidupan, justru ketika daya kritis mati kezaliman bisa merajalela.

Kebohongan Ratna pukulan telak tuh! pastinya iya, tapi bukan pukulan mematikan yang bikin KO, pertandingan masih panjang, baru babak penyisihan, tinggal buang Ratna, barisan bisa berjalan lagi.
Saya akan terus berjuang dengan meyakini apa yang saya perjuangkan benar, kebohongan Ratna hanya kerikil kecil dalam perjuangan, tetap semangat.

Selasa, 02 Oktober 2018

Sudut Pandang

Sudut pandang setiap kita dalam melihat sebuah peristiwa itu berbeda-beda, tergantung kepada pengalaman, wawasan, pengetahuan sampai kepada keberpihakan kita pada persoalan atau peristiwa yang sedang trend.

Musibah gempa bumi dan Tsunami bagi kalangan geologis yang berpuluh tahun mendalami ilmu tentang kegempaan, peristiwa ini dipandang dari sudut snice sebagai peristiwa alam yang sudah bisa di dideteksi dan diantisipasi untuk meminimalkan korban.

Sementara dari sudut agamawan berbeda lagi, bisa jadi dia memandang peristiwa itu sebagai musibah, ujian bahkan hukuman karena kita banyak berbuat dosa.

Apapun sudut pandang kita, itu merupakan warna-warni kehidupan yang saling sinergi, ilmuwan memberi pengetahuan agar kita senantiasa waspada akan bencana.

Agamawan memberikan terapi tentang bagaimana kita menghadapi suatu musibah, dengan senantiasa meningkatkan keimanan, kesabaran dan juga kekuatan dalam menghadapi musibah.

Bagi relawan musibah adalah ladang amal untuk membantu saudara-saudara kita yang tertimpa musibah.

Bagi pemerintah itu kewajiban menyelesaikan dampak musibah mulai dari tanggap darurat hingga memulihkan kembali daerah bencana menjadi kembali ke keadaan semula.

Lalu tugas kita apa? lagi-lagi tergantung sudut pandang anda, kalau kita di persatukan dalam persaudaraan, musibah saudara kita di lombok dan palu, adalah musibah kita juga.

Seyogyanya kita membantu minimal dengan doa, naksimal bisa kita menggalang dana bersama, membantu memberikan peralatan dasar sampai membantu memulihkan kondisi mereka disana.

Saatnya berbuat, bukan nyinyir dan saling menghujat dan menyalahkan, sudah 1.000 orang meninggal disana, haruskah kita berdiam diri? yuk bergerak mendonasikan rejeki kita lewat komunitas, lembaga sosial, lembaga dakwah dan para relawan yg berjibaku disana.