Arsip Blog

Jumat, 28 Desember 2018

Catatan 2019


Menulis itu adalah sarana menuangkan ide, gagasan, pemikiran, solusi sampai alternatif sebuah persoalan. Menjadi penulis itu mudah bagi mereka yang hoby membaca, mempunyai wawasan luas, terbuka dan tentunya mempunyai kemampuan mengolah kata.

Dulu untuk menjadi penulis agar dikenal lumayan rumit, seorang penulis jika karyanya ingin di kenal, mengirim tulisan di media, oleh media tulisan tersebut di sortir redaktur layak atau tidak untuk di muat di medianya, jika layak tulisan terpampang di media, jika tidak masuk keranjang sampah.

Revolusi media melalui media sosial memungkinkan kita, bisa menulis apa saja yang menjadi pemikaran dan kegalauan pribadi, tanpa sensor redaksi. Namun harus dicatat walaupun kita bisa menulis tentang apa saja, tetap saja pembaca bisa menilai kwalitas penulis melalui coment dan like bahkan bisa menjadi viral.

Saya suka menulis, apapun yang menarik perhatian saya, sering saya tulis melalui status di FB dari persoalan agama, sosial, politik sampai bisnis. Kemampuan mengolah kata dalam mensikapi beragam persoalan adalah buah pengalaman hidup saya yang pernah aktiv di dunia politik, sosial, pendidikan sampai bisnis.

Pernah beberapa kali tulisan saya di muat di media massa nasional, dunia medsos memungkinkan saya untuk bisa mengeluarkan pemikiran secara bebas tanpa sensor redaksi, berbagai tulisan saya buat di dinding FB menanggapi persoalan secara aktual.

Kurang lebih ada 110 tulisan saya buat di FB selama kurun waktu tiga tahun, teramat sayang jika tulisan itu berserakan tanpa dihimpun dalam satu kesatuan utuh sehingga bisa dibaca secara runtut, mudah diakses dan tentunya bisa dinikmati secara mudah.

Bertemulah saya dengan blog, tulisan berserakan itu saya jadikan sebuah blog dengan nama Catatan Babeh Afif. Banyak tulisan saya yang di comnet dari yang pro dan kontra, di like bahkan ada yang viral dibagikan puluhan ribu kali.

Pernah juga Redaktur Harian Radar Bekasi menelpon saya meminta ijin tulisan di FB saya dimuat secara utuh di Kolom Radar, karena isinya menarik dan layak untuk konsumsi pembaca radar alhamdulillah.

Akhirnya tadi malam saya bisa menuntaskan kumpulan tulisan berserakan itu menjadi satuk kesatuan di blog saya, jika teman-teman berkenan silahkan mengunjungi , membuka dan membaca tulisan saya di blog Catatan Babe

Kamis, 27 Desember 2018

Mayat Hidup Zombie Partai


Waktu saya aktif di PAN ada istilah Mayat hidup, istilah itu ditunjukan untuk oknum pengurus partai yang secara formal tercantum di SK kepengurusan tapi tidak pernah aktif sama sekali di kegiatan partai.

Mereka akan muncul saat ada perhelatan besar partai seperti kongres/muswil/musda, biasanya mereka dibangkitkan oleh kandidat tertentu atau kepentingan tertentu untuk memenangkan sebuah pertarungan politik di internal atau external partai seperti ingin menjadi ketua partai, pilpres, pilkada baik di tingkat lokal maupun nasional.

Dengan sistem satu pengurus satu vote, maka suara mayat hidup ini lumayan signifikan, karena biasanya di partai yang aktif ngurusin partai itu jumlahnya tidak lebih dari 30 persen, seseorang yang bisa membangkitkan mayat hidup di event terbesar partai bisa memenangkan pertarungan.

Maka tidak heran waktu itu, saat saya aktiv di PAN tingkat lokal, ajang tertinggi perwusyawarat partai yaitu Musyawarah Daerah (Musda), tetiba wajah asing nongol, wajah-wajah pengurus yang lama tenggelam hadir lagi, itulah mayat hidup alias zombie partai, mereka tanpa malu hadir karena merasa punya hak suara guna mendukung kandidatnya.

Struktur PAN tidak mengenal istilah pendiri, yang ada adalah pengurus partai, keputusan organisasi biasanya diputuskan oleh rapat pengurus, kecuali keputusan besar partai seperti Rakernas atau kongres, dilakukan melibatkan stuktur pengurus partai lebih besar dibawahnya bisa pengurus setingkat propinsi atau kabupaten/kota.

Makanya ketika membaca berita lima orang yang mengaku pendiri PAN membuat surat terbuka meminta Amien Rais mundur dari PAN saya ngakak. Lah sejak kapan di kepengurusan PAN ada istilah pendiri?

Setahu saya pendiri PAN ada 50 Orang Lebih, ketika mereka selesai mendirikan tugas kepartaian dilakukan oleh pengurus, saat kepengurusan baru terbentuk, para pendiri ada yang jadi pengurus aktiv dan pengurus pasif, ada yang kecewa ninggalin PAN pindah partai, ada yang habis mendirikan PAN lalu tidur pulas.

Lima orang yang berkirim surat itu selama saya aktif nyaris tidak pernah muncul di kegiatan PAN, kecuali Abdillah Toha yang pernah jadi ketua DPP sekarang sudah pensiun, lainnya seperti kentut tanpa suara, nyaris tak terdengar, mereka berkiprah sebentar lalu hilang tanpa kabar, namanya cuma terdokumemtasi sekedar sebagai pendiri tanpa peran berarti di PAN.

Tiada angin dan hujan tetiba mereka yang sudah lama mati suri itu berkirim surat mengatas namakan pendiri PAN, entah sejak kapan mereka merasa punya mandat membuat surat mengatas namakan pendiri, empat dari puluhan pendiri partai berkirim surat terbuka media heboh, langsung saya inget masa lalu, ini pasti mayat hidup nongol, zombie partai bersuara hahaha.

Bisa di tebak arahnya kemana, seperti kentut baunya bisa tercium wujudnya tidak terlihat, yah ujung-ujungnya pertarungan pilpres, karena diantara mereka sudah jelas mendukung kamar sebelah, tak usah jadi telmi membaca hal ini.

PAN Pecah? ah itu judul berita bombatis!! buat mereka yang pernah aktiv di PAN hal seperti itu sangat paham, yakin para kader PAN tidak peduli suara para pendiri itu, di PAN mereka tidak punya pengaruh apapun, sudah hilang dari peredaran, sudah purnawirawan tanpa jabatan, mereka cuma zombie tua yang pengen eksis.

https://news.detik.com/berita/4358811/pan-pecah-pendiri-pan-tulis-surat-terbuka-desak-amien-rais-mundur?fbclid=IwAR1-3hGrne3yEGPiihFTU5ttiQ0tFnCB1Fk7ilaezP5V_Fgn_7JDYZ7DNXc

Selasa, 11 Desember 2018

DPR Sariawan


Menurut UU fungsi DPR itu tiga, pertama Legislasi membuat undang-undang, semua undang-undang di negeri ini disahkan oleh DPR.

Dalam membuat UU DPR punya Hak inisiatif bisa juga pemerintah mengajukan, proses pembuatannya, DPR diskusi dengan pemerintah hingga ujungnya disetujui bersama lalu disahkan melalui Sidang Parpurna DPR, apa arti diskusi? ya ngomong saling adu argumentasi.

Tugas DPR yang kedua bugeting, mensahkan anggaran negara yang diajukan dan disusun oleh pemerintah, prosesnya melalui diskusi dan lobby, nah proses diskusi/lobby juga dengan ngomong.

Tugas DPR yang terakhir pengawasan, seorang anggota DPR berhak mengawasi seluruh kegiatan pemerintah mulai dari anggaran sampai pelaksanaan pembangunan, kalau ada penyimpangan DPR bersuara alias ngomong.

Jadi tugas Anggota DPR itu ngomong, mereka dipilih dan digaji untuk ngomong, mereka tidak punya kekuasaan eksekutif untuk mengeksekusi sebuah program.

Banyak yang tidak paham tugas DPR, ada yang mengritik DPR ngomong doang alias OMDO, nah orang model begini sesungguhya tidak paham tugas anggota legislatif.

Kalau ada anggota semacam Fadli Zon dan Fahri Hamzah banyak omong, ya memang dia sedang menjalankan fungsinya sebagai Wakil rakyat, kalau diam, manut, tidak pernah bersuara berarti itu anggota DPR sedang sakit Sariawan.

Udah di gaji mahal, tidak ada suara, membebek bae pada maunya pemerintah, coba deh yang suka bilang DPR ngomong dia, baca lirik lagi Iwan Fals berikut ini biar tambah pinter.


SURAT BUAT WAKIL RAKYAT

Untukmu yang duduk sambil diskusi
Untukmu yang biasa bersafari
Disana di gedung DPR

Wakil rakyat kumpulan orang hebat
Bukan kumpulan teman teman dekat
Apalagi sanak famili

Dihati dan lidahmu kami berharap
Suara kami tolong dengar lalu sampaikan
Jangan ragu jangan takut karang menghadang
Bicaralah yang lantang jangan hanya diam

Dikantong safarimu kami titipkan
Masa depan kami dan negeri ini
Dari Sabang sampai Merauke

Saudara dipilih bukan di lotere
Meski kami tak kenal siapa saudara
Kami tak sudi memilih para juara
Juara diam juara he eh juara hahaha

Untukmu yang duduk sambil diskusi
Untukmu yang biasa bersafari
Disana di gedung DPR

Dihati dan lidahmu kami berharap
Suara kami tolong dengar lalu sampaikan
Jangan ragu jangan takut karang menghadang
Bicaralah yang lantang jangan hanya diam

Wakil rakyat seharusnya merakyat
Jangan tidur waktu sidang soal rakyat

Wakil rakyat bukan paduan suara
Hanya tahu nyanyian lagu "setuju"

Wakil rakyat seharusnya merakyat
Jangan tidur waktu sidang soal rakyat

Minggu, 09 Desember 2018

Sorry Jangan GR Ya... Kamu Memang Sontoloyo!!


Orde Baru bisa menutup sebuah peristiwa cukup dengan menelepon Pemred, di jamin besoknya peristiwa yang menurut versi rezim Orba itu mengganggu "Ketertiban Umum" tidak muncul di media

Di era sosmed sebuah peristiwa tidak mungkin bisa ditutupi oleh media mainstreem, sosmed melahirkan jurnalisme warga yang siap melaporkan berita langsung dari pusat peristiwa, tanpa perlu sensor dari redaktur.

Jadi era redaktur menjadi sosok paling berkuasa di media itu sudah hilang, dulu jika tidak suka pada sebuah berita, bagi rakyat biasa ya berkirim surat, ada kolom surat pembaca, itu pun surat pembaca di sensor juga oleh redaktur.

Jadi upaya tidak memberitakan aksi 212 oleh media mainstreem dengan maksud mengkerdilkan tidaklah membuat peristiwa itu sepi dari jagad pemberitaan.

Mereka yang hadir dalam jumlah jutaan, menulis reportase sendiri lengkap dengan narasi, photo dan video, laporan mereka lebih natural tanpa embel-embel pesanan redaksi.

Mengapa ada yang kecewa tidak diberitakan peristiwa Reuni 212 oleh media mainstream? itu bukan bermaksud ingin ngetop apalagi ingin diliput, maaf ya tanpa diliput jurnalisme warga sudah melaporkan jauh lebih heboh ketimbang media mainstream.

Kita kecewa hanya soal pada ketidak adilan, sebelum Aksi Reuni 212 media mainstream sudah memberitakan akan adanya aksi tersebut di halaman utama.

Beritanya negativ thingking, dibangun opini akan rusuh, tidak bermanfaat, kegiatan intoleran, pemborosan dll. Tujuannya ya menggagalkan atau mendeggradasikan kegiatan tersebut.
Pas puncak acara, berlansung damai, sukses, tidak rusuh seperti yang mereka khwatirkan, eh sepi pemberitaan.

Pasca acara mulai diberitakan lagi, dibangunlah opini kembali mengkerdilan kegiatan itu, hal remeh temeh soal jumlah, sampai, politisasi agama, pelanggaran kampanye diwartakan.

Jadi yang digugat soal keadilan pemberitaan, bukan soal liputan, tanpa liputan mereka pun kegiatan 212 sukses, soal pemberitaan jurnalisme warga lebih asyik di baca ketimbang nonton metro tv, kompas tv dll.
Jadi jangan GR seolah kami butuh berita media mainstream sorry ya tanpa anda kami tahu kok info validnya.

Kamu Sonyoloyo.

Kamis, 06 Desember 2018

Karena Panggilan Iman


Kenapa ada orang rela menabung bertahun-tahun untuk menunaikan ibadah haji? lalu setelah ongkos naik haji terkumpul terus daftar, menunggu lagi hingga bertahun-tahun.

Jawabnya hanya satu Panggilan iman, keimanan lah yang mendorong mereka rela mengorbankan segalanya, untuk mengejar apa yang mereka tunaikan karena Allah SWT.

Gerangan apakah jutaan orang rela berbondong - bondong dengan modal sendiri, berdesak-desakan dan kepanasan ke Reuni 212? karena sebuah keyakinan atau keimanan.

Keyakinan terhadap agama sulit di ukur dengan logika atau materi, saya bertemu dengan seorang ibu mengajak anaknya untuk menyaksikan fenomena reuni 212, apa tidak takut kalau ada kejadian tidak terduga? saya memastikan keyakinan yang kuat lah yang mendorong ibu mengajak buah hatinya menyaksikan peristiwa maha dahsyat itu

Maka ketika peristiwa fenomenal itu terjadi, pihak sebelah tidak mampu mengadakan kegiatan seperti itu karena mereka tidak bisa menggerakan masa atas dasar keimanan, mekanisme pertahanan diri muncul untuk tetap merasa eksis dan hebat, caranya dengan mengecilkan peristiwa itu.

Mereka sibuk ngitung jumlah dengan berbagai rumus yang katanya ilmiah, mereka membuat stigma politisaai agama, kelompok radikal, intoleran, massa bayaran dll.

Kalau Sandiaga Uno yang sudah milenial terus meniru gaya milenial, Sandi kepasar cek harga tempe ikutan blusukan harga tempe, guyon dengan pete ikutan juga bergaya pete.

Maka untuk Aksi 212 dan Reuni 212 yang fenomenal itu mereka tidak bisa meniru, pernah mencoba meniru di 412, eh massanya cuma seuprit dan gagal.

Tontonlah video berikut ini, ada kegiatan pengumpulan dana di lokasi untuk menopang kegiatan Reuni 212, kalau massa bayaran, mana mungkin mereka rela menyumbangkan dana demikian besar? untuk menghitung sumbangan saja butuh puluhan relawan.

Beda kelas lah dengan rombongan sebelah, untuk dapat nasi bungkus saja berebut, bandar pasti mikir kalau jamaan bejibun, berapa M kudu nyiapin dana, lalu yang nyumbang mikir dapat apa kalau cuma modalin pasukan nasi bungkus?

Rabu, 05 Desember 2018

Tukan Tilep

Anda pernah jadi kordinator aksi atau Kordinator lapangan (Korlap) aksi? saya pernah, bahkan jabatan lebih tinggi lagi kordinator korlap, beberapa tahun lalu, saya menjadi tim pemenangan pemilu.

Nah sebagai ketua tim saya pengatur dan pengendali korlap untuk kampanye, juga pastinya pemegang kendali keuangan.

Tugas korlap itu salah satunya mobilisasi masa, mencari masa, mengatur masa sampai tujuan dan menyediakan logistik buat peserta aksi kampanye termasuk kasih uang transport.

Nah korlap inilah banyak yang bermain, di suruh cari masa seratus orang dikirim 50, uang transpots 100 ribu, dikasih ke peserta separuhnya, lumayan bisa nilep separuh. Dulu saya melihat itu nyata.

Bagaiman kordinator korlapnya? bisa nilep juga? ya pasti bisa lah bahkan bisa dapat bagian lebih gede.
Apakah saya waktu itu pernah nilep? hahaha amit-amit duit begituan di makan kagak berkah dah, gue pebisnis bukan tukang catut, makanya setelah masa bakti sebagai pengurus selesai langsung non aktif dan pensiun dipolitik, lebih enak cari duit dari jualan ikan.
Nah Deny Siregar hapal betul yang kayak gini, karena dia mungkin cari makan dari yang begini, diawal mungkin dia korlap, seiring kemampuan mencari massa atau membangun opini massa, jabatan naik makin tinggi, sehingga duit yang bisa di tilep makin banyak.

Dia mikir semua orang mirip dirinya, menganggap 212 dibayar, lah pesertanya membludak demikian banyak, mana ada bandar yang mau nanggung biaya segede itu, nyinyir silahkan waras tetap di jaga.

Senin, 03 Desember 2018

Kesadaran Kolektif


"Jangan buang sampah sembarangan ya, entar di shot Metro Tivu"

"Mas, Jangan injak rumput entar di photo sama wartawan Detik"

"Kami tidak butuh diliput Kompas TV, Tempo dan CNNTV" tulis sebuah poster yang dibawa peserta Aksi

Kenapa kok media tidak disukai peserta 212? layaknya sebuah aksi, seharusnya peserta seneng kegiatan diliput agar khalayak luas mengetahui adanya aksi besar, lah ini kok beda ya?

Semua gara-gara keberpihakan media pada penguasa, nyaris daya kritis media di era sekarang tumpul, wartawannya pemalas, redakturnya tunduk pada bos media yg menghamba pada kekuasan.

Framing yg dalam istilah kekinian disebut pemilintiran berita menjadi menu kalangan Islam dan oposisi setiap hari, mereka selalu mencari sisi buruk aksi 212 mulai dari sampah berserakan, taman dirusak hingga hal remeh temeh lainnya.

Sementara sebelum aksi, framing sudah di bentuk dengan kata-kata sangat jahat, membuat kerusuhan, bikin macet, politisasi agama, radikal, intoleran dll.

Padahal aksi kelompok sebelah terkadang brutal, kasar, kata-katanya memprovokasi, namun nyaris diabaikan sebagai bahan berita, selalu kelompok sebelah diberitakan sisi positif tujuan aksinya.

Muncul lah dikalangan aksi 212 untuk tidak mempercayai media, bagi mereka publikasi yang disampaikan media tidak lebih dari penggiringan opini sesat yang merugikan, ada ketidak adilan mencolok.

Kesadaran kolektif ini tumbuh dan melekat sehingga mereka paham betul siapa saja media tukang goreng itu dan peristiwa apa saja yang bakal digoreng.

Bagi dunia pers ini sebuah warning, media yang sering dilekatkan sebagai pilar ke empat demokrasi setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif, kini menjadi macan ompong yang menghamba pada kekuasaan dan kelompoknya.

Pers yang kritis, bebas dan bertanggung jawab nyaris tidak ada lagi, mereka seperti di zaman Orba takluk pada kekuasaan, bedanya dulu dilakukan dengan keterpaksaan sekarang dengan kesadaran.

Bersyukurnya muncul kesadaran kolektif untuk juga mengritisi pers, bahwa pers tidak bebas nilai, pers juga harus di kontrol untuk tidak sembrono menulis berita.

Dan inilah wajah media kita, mengabaikan aksi 212, media luar banyak yang menjadikan sebagai headline, media sini mengabaikan.

Minggu, 02 Desember 2018

Massa Diam Itu Tetap Solid

Hari ini saya bernostalgia, dua tahun lalu saat menghadiri Aksi Bela Islam, saya membuat tulisan di FB judulnya Massa Diam, oleh Koran Radar Bekasi Tulisan itu dimuat sebagai artikel dengan Judul "Ahok Diadili Masa Diam Akan Diam". Tulisan itu bisa di baca ulang di blog pribadi saya

Waktu itu ummat marah saat Ahok menista Al Quran, Seorang Ahok awalnya dengan pongah enggan meminta maaf, dia merasa dirinya jaya, berkuasa, didukung pusat kekuasaan dan media, tidak mungkin tersentuh hukum.

Dua tahun lalu, berbagai kecurigaan, intimidasi, label disematkan kepada peserta 212 yang menuntut Ahok diadili, mulai dari : intoleran, anti Pancasila, anti NKRI, ingin mendirikan khilafah, mau menjadikan Indonesia seperti Suriah, ISIS sampai Teroris

Pada akhirnya Berjuta orang dengan berbagai mode tranpotasi, mobil, motor, kereta, pesawat, sampai ada yang berjalan kaki, tumpah ruah menuju monas menuntut penista Quran dihukum, dunia terkejut, aparat kaget, para pembencir terperangah, kok bisa massa jutaan orang bisa berkumpul dengan tertib, aman, nyaman, hingga satu rumput pun tidak ada yang terinjak.

Pada akhirnnya Ahok tumbang, terhina dan terpenjara, pilkada KO, masa tanpa senjata yang diremehkan itu bisa menumbangkan kekuasaan yg didukung penuh rezim berkuasa, media dan dana tanpa batas.

Hari ini sama dengan dua tahun yang lalu, pembenci masih sama, tuduhan tetap sama dan rezim yang berkuasa juga sama, Reuni 212 kedua, lagi-lagi bikin heboh dan pusing para pembenci, mereka mencoba menghadang dengan berbagai cara dan ancaman, tetapi tidak mampu membendung arus massa laksana air bah mengalir tanpa henti.

Justru saya melihat alumni 212 semakin solid, jumlah peserta semakin bertambah, kekalahan si penista dan perilaku para pembenci yang saking bencinya berani membakar bendera tauhid membuat militansi mereka semakin tinggi dan terjaga selama dua tahun.

Jam 04.30 saya berangkat, stasiun Bekasi sudah penuh, kereta sesak, berdiri pun susah, ketika sampai stasiun Manggarai kereta dari bogor pun penuh, kawan saya mau berangkat sampai stasiun Bekasi pukul 05.30 nyaris tidak kebagian kereta.

Ketika sampai stasiun Gondangdia, harus antri setengah jam untuk keluar pintu masuk, saat menyusuri jalan ke monas, tetap saja ribuan orang tumpah ruah memenuhi jalan, memasuki monas pukul 07 pagi jutaan orang sudah duduk khusu mengelilingi monas dan kawasan sekitarnya.

Saya tidak bisa mendekati panggung utama, saking padatnya massa, yang bikin haru dan hampir air mata ini menetes, bendera Tauhid yang pernah di bakar dan dihinakan berkibar tinggi dengan gagah melalui tangan-tangan mereka yang cinta setulus hati atas kalimat ikrar itu.

Topi, sal, antribut Tauhid dikenakan semua peserta, memakai baju seragam nyaris sama berwarna putih, Monas pun sangat eksotis memutih, ada rasa haru menyaksikan suasana ini, jika anda hadir disini tiada biasa berkata selain berkata subhanallah Allah Hu Akbar.

Mereka dibayar? ah kamu teramat bodoh, bandar mana yang mampu membayar jutaan orang untuk menghadiri kegiatan yang tidak menghasilkan materi dan uangnya kembali?

Ternyata massa diam itu tetap solid, tetap bisa bergerak sendiri dengan komando jamaah-jamaah kecil, dengan iman di dada menyakini kalimat Tauhid di negeri ini masih bisa ditegakan.

ketika kamu masih berkeras kepala meremehkan massa ini seperti Ahok, lalu kamu terus menerus menghinakan kami, keyakinan kami, kecintaan kami, maka tunggu lah kau bernasib seperti Ahok tumbang dengan tragis.

Loh kok Reuni 212 jadi kegiatan politik? kami datang reuni mengenang perilaku seorang pemimpin yang dengan pongah berani menista Quran kita suci kami, agar dikemudian hari orang seperti itu tidak muncul lagi di bumi nusantara.

Kami bersilaturahmi, berukhuwah, berdoa, agar negeri kami di pimpin oleh orang soleh yang peduli pada agama, bukan pemimpin yang menzalimi ulama-ulama kami.

Bahwa pada ujungnya anda menilai itu politik, yah silahkan hak kamu menilainya, 2019 nanti, kami tahu siapa yang kami pilih, para Alumni 212 juga cerdas siapa yang bakal mereka pilih.

Kamis, 29 November 2018

Jurnalisme Warga.

Prabowo Unggul di media Sosial, Jokowi unggul di media konvensional.

https://pilpres.tempo.co/read/1150174/survei-median-prabowo-unggul-di-kalangan-pengguna-media-sosial.

Apa artinya? Media konvensional adalah media massa yang banyak dimiliki pemilik modal, koran/tabloid, majalah, televisi sampai radio.

Media konvensional sudah nyaris mendekati ajal, koran/tabloid dan majalah adalah korban pertama, sudah banyak media koran yang gugur, yang paling anyar Tabloid Bola milik Kompas Grup tahun ini sudah in memorium.

Bagaimana dengan majalah? podo wae dulu Femina Grup adalah dulu kiblat fasion nable para selebriti dan sosialita, terakhir saya ketemu dengan seorang karyawan Femina Grup kondisinya sekarang menurun dratis.

Radio? masih ada pendengarnya terutama buat warga Jakarta menghilangkan jenuh dan kemacetan, Televisi masih lumayan, banyak yang menonton buat sekedar hiburan, bukan untuk menonton berita.

Media yang naik daun adalah media online, kenapa? murah cukup langganan internet paket data 25 ribu bisa membaca ratusan media, tinggal buka linknya bisa baca berita sepuasnya gratis.

Media utama kini banyak yang mengalihkan bisnis medianya dari konvensional ke online, pemain besar media online saat ini tetap sama, dikuasa para pelaku bisnis media konvensional yg berubah wujud jadi online.

Sayangnya media utama baik online maupun konvensional terkena wabah mendukung penguasa, mereka berpihak, suka memframing berita, bahkan menurut Harsubuweno Arif sudah sampai tahap melakukan "kejahatan besar"

Saya kutip pendapat Harsubeno Arief

"Media-media arus utama sebagian besar larut dalam sebuah 'kejahatan besar' yang disebut sebagai framing (membingkai berita), atau di Indonesia dikenal dengan istilah 'pemelintiran' dan 'menggoreng isu'. Dua istilah terakhir ini bahkan jauh lebih jahat dari framing"

https://m.kumparan.com/hersubeno-arief/aksi-bunuh-diri-massal-pers-indonesia-1543248679039007452?utm_medium=post&utm_source=Facebook&utm_campaign=int

Masyarat mulai tidak percaya pada media arus utama, muncullah sebuah fenomena baru, Jurnalisme warga, dengan kekuatan jempol, warga bisa saling bertukar info dan memberitakan peristiwa setiap saat tanpa ada sensor dari redaktur media formal, tentu saja dari prespektif berbeda ketimbang media utama.

Ketika Prabowo unggul di media sosial, itu bentuk jurnalisme warga yang tidak ingin dikotopsi media utama, jurnalisme warga bangkit mengimformasikan hal kekinian yang mereka lihat dan rekam, mereka mampu mampu mengimbangi isu dan menconter berita yang dimainkan media utama.

Jurnalisme warga kini juga menyebar di grup-grup-grup WA dan Tele personal melalui HP, info ter-update dengan mudah dan cepat menyebar tanpa bisa di kontrol pemerintah.

Maka tak heran ketika semua media memberitakan negatif Aksi 212 saat Ahok jadi Gubernur DKI, pemerintah dengan segala cara berusaha membendung dengan ancaman dan melalui tokoh Agama Utama, faktanya jutaan orang membanjiri Monas.

Renald Kasali pernah menulis bahwa fenomena tumbangnya penjual konvensional seperti toko-toko di mall dan hipermarket/pasar modern adalah terjadinya proses pemindahan penjulan dari konvensional ke online, dampaknya konvensional tumbang online berjaya.

Di media sosial teori Renald untuk media online sudah sampai pada revolusi perpindahan kedua, tahap awal masyarakat berpindah dari media konvensional ke media online, namun ketika online terkotopsi penguasa, masyarakat membuat media sendiri dengan tenaga jurnalisme bisa siapa saja.

Jurnalisme warga rentan hoax? ah kamu pikir media utama bukan bagian dari penebar hoax? baca dah tulisan Harsubeno Arif, ketika media utama punya keberpihakan pasti beritanya menjadi berat sebelah.

Terus apa kita mesti percaya pada jurnalisme warga? ya tidak harus, di pilah secara cerdas informasinya, sebagaimana anda juga harus cerdas memilah berita di media utama, belum pasti berita jurnaslisme warga benar, tapi tidak juga media utama memberitakan sesuatu secara benar.

Rabu, 28 November 2018

Bangga Dengan Brand Sendiri


Kawan Saya Haji Agung Prasetyo Utomo, dalam setiap kesempatan selalu Memakai pakaian kebesaran Kaos Ayam Geprek Juara, sohib yang mendeklarasikan diri sebagai Panglima juara ini, adalah Owner Ayam Geprek Juara yang fenomenal.alam waktu kurang dari satu tahun Ayam Geprek Juara sudah punya puluhan cabang, hebatnya cabang itu bukan melalui modal pribadi, banyak yang kerjasama dengan sistem syirk
Mengapa Haji APU (biasa dipanggil namanya dengan singkatan) selalu memakai Kaos Ayam Geprek Juara? Saya yakin itu wujud kebanggaan sekaligus branding atas produknya.
Ada banyak cara membranding produk, salah satunya ya seperti yang dilakukan kawan saya ini, memajang branding produk disetiap kesempatan dan waktu pada dirinya melalui kaos yang dia kenakan.
Sehingga dengan mudah orang kenal, begitu melihat Ayam Geprek Juara, maka Wajah Haji Apu Muncul, begitu sebaliknya tatkala ayam geprek Juara nongol haji APU selalu hadir.

Maka tatkala Haji APU tidak memakai kaos Ayam Geprek Juara, ada yang nyentil di FB nya, kok nggak pakai kaos juara? hahaha branding sudah masuk.

Nah itulah yang saya lakukan juga dalam setiap kesempatan dan waktu, sebagai Owner Bandeng Rorod
selalu saya kenalkan dan tampilkan kepada setiap orang, setiap waktu, juga setiap nulis status di FB, kartu nama dan brosur selalu tersedia di dompet dan tas, siap saya bagikan jika ketemu orang baru, saya adalah Pemilik Bandeng Rorod.

Jadi bangga dan yakin terhadap brand sendiri merupakan cara ampuh untuk memperkuat keyakinan, bahwa bisnis yang kita geluti memang ok dan patut di apresiasi pihak lain.

Jika pada akhirnya orang mengenal saya dan bandeng rorod itulah yang sangat diharapkan, brand masuk nama menjadi tenar, nah ketika tenar kepercayaan diri dan orang kepada kita meningkat.
Pencitraan? ya memang kita wajib melakukan pencitraan terhadap usaha kita, kalau tidak mana mungkin brand kita dikenal.

Nah kelak jangan kaget kalau saya kedepan bakal meniru Haji APU kemana-mana pakai Kaos Bandeng Rorod.

Walau Wajah tidak seganteng Haji APU, minimal kan mendekati ganteng lah hahaha
Kalau Haji APU mendeklarasikan Diri Panglima Juara, bolehkan Kalau Saya memproklamirkan Afif Ridwan sebagai Jawara Bandeng Rorod?

Rabu, 10 Oktober 2018

Phobia Jilbab


Phobia terhadap jilbab sudah berlangsung lama di negeri ini, dimulai dari rejim orde baru yang memang sangat repreship dan anti terhadap islam politik, baca lebih lengkap di link berikut ini

Dikalangan liberal pun phobia terhadap jilbab sudah lama berlangsung, mereka menganggap jilbab tidak lebih dari pengekangan tehadap perempuan.

Di negeri yang konon mayoritas muslim pernah kok beberapa perusahaan, rumah sakit bahkan sebuah stasiun televisi diberitakan melarang jilbab sampai hari ini.

Namun gerakan jilbab laksana air bah, semakin di tekan energinya semakin membesar, kini jilbab sedang mencapai puncak popularitas. Nyaris semua aspek dimana kaum perempuan berkiprah jilbab sudah menjadi pemandangan biasa.

Heboh tentang jilbab dilarang di olahraga judo, itu hal yang lumrah, sebagaimana lumrahnya jilbab dulu dilarang, jangan dulu emosi, kalau memang itu ada aturan karena menyangkut keselamatan, ya tinggal cari bahan yg tidak membuat atlit celaka, berita dibawah ini contohnya

Di pabrik pada bagian produksi dengan sistem ban berjalan, pemakaian jilbab yang berkibar-kibar juga berbahaya dan bisa menimbulkan kecelakaan kerja, namun dengan jilbab modifikasi, jilbab bisa tetap di pakai untuk bekerja.

Kalau alasan keselamatan kerja atau kecelakaan saat bertanding judo, bukan jilbab yang jadi masalah, sebab yang namanya kecelakaan dalam kerja dan pertandingan olahraga, tidak mesti yang berjilbab saja yang bisa celaka, yang tidak berjilbab bisa celaka juga.

Tinggal dicari solusi jilbab yang tidak mencelakakan, bisa modif bahan, modif disain dan modif cara pemakaian selesai, seperti cerita atlet Arab saudi di link berita diatas.

Namun jika larangan didasarkan ideologi, kebencian kepada jilbab, seperti rezim orde baru dan kaum liberal itu yang patut dilawan. Kebencian melahirkan ketidak adilan, bagaimanapun kita berargumen tentang kewajiban jilbab bagi yang anti islam tidaklah mereka peduli.

Tinggal pilihan kita mensikapi suatu kasus yang menimpa pemakai jilbab, apakah anda masuk kategori membenci jilbab dengan berdalih sejuta argumen namun jauh dilubuk hati membenci jilbab/islan atau pencinta jilbab dengan mencari solusi? tanyakan nurani anda.

Kamis, 04 Oktober 2018

Mengakui Kesalahan


Salah satu terapi psikologis paling ampuh menghadapi problema hidup adalah mengakui kekeliruan, dalam prespektif agama mengakui kesalahan disebut bertaubat.
Ketika anda banyak kesalahan, mempunyai dosa yang bejibun Tuhan mengundang kita untuk mendekat padanya, melakukan konteplasi diri hingga ujungnya mengakui dosa dan mohon ampun padanya dan mohon maaf kepada sesama.

Mengakui kesalaham memang berat, apalagi bagi yang terbiasa berbohong, sekali tukang bohong berbohong, maka akan ditutupi dengan kebohongan baru pada ujungnya selama hidup terus berbohong.

Mereka yang mempunyai keberanian mengakui kesalahan, meminta maaf pada sesama dan bertaubat kepada Tuhannya, sesungguhnya telah menemukan cara melepas beban kehidupan yang menimpa.
Problematika hidup manusia modern adalah keterasingan di tengah keramaian, mereka hidup berjibaku saling bersaing bahkan saling menjatuhkan.

Seorang pakar Psikologi Prof Dr. Zakiah Darajat dalam bukunya Sholat menjadikan hidup bermakna menulis.
Terapis bagi mereka punya beban mental berat adalah mengungkapkan gunda gulana pada seseorang ahli terapis (psikolog) yang mampu mendengarkan keluh kesah mereka, melepas kepenatan dan bisa membuka solusi bagi kehidupan.

Namun kalau setiap problematika yang sulit terpecahkan harus konsultasi ke psikolog, berapa biaya yang harus di keluarkan?pastilah sangat mahal
Tuhan membuka kesempatan lima waktu sehari bagi mereka yang gundah gulana mengadu pada-Nya, meminta pertolongan padaNya dan meminta diberi Solusi sehingga ketenangan hidup didapat,

Menurut Prof Zakiah sholat adalah terapis psikologi paling ampuh dan berbiaya sangat murah.
Maka ketika sudah mengadu padanya, beban mental yang menghimpit bisa dilepas, ketenangan hidup itu muncul, pikiran menjadi tenang sehingga solusi bisa diurai.

Jadi mengakui kesalahan, meminta maaf pada sesama bukanlah sebuah aib, itu merupakan solusi yang diberikan Tuhan agar kita selalu ingat padanya dan senantiasa dibimbing oleh-Nya agar kita selamat menapaki kehidupan.

Kamis barokah, jangan lupa bahagia.

Rabu, 03 Oktober 2018

Di Bohongin Ratna

Akhirnya terungkap Ratna Sarumpaet berbohong, betapa menyakitkan dibohongin orang yang kita percaya, Seorang Prabowo, Sandi, Amien Rais dan semua pendukungnya merasa dapat pukulan telak di bohongin kawan seperjuangan.


Kejujuran dalam perjuangan itu penting, seorang pejuang tidak akan menggunakan kata-kata culas, perbuatan culas, sampai tindakan culas untuk meraih simpati.

Pastinya perilaku Ratna membuat geram banyak orang, termasuk saya, sungguh tercela dan memalukan tindakan Ratna, pastinya dia akan mendapat hukuman dalam bentuk dikucilkan kawan seperjuangan.
Untuk itu sangat terhormat kalau kita meminta maaf kepada pihak-pihak yang telah menjadi terduga terutama aparat polisi yang sudah terlanjur di jadikan kambing hitam, saya akan seperti nanik s diyang akan menghapus status yang memojokan aparat dalam kasus Ratna dan meminta maaf.

Tidak akan tercela mengakui sebuah kesalahan, tidak akan terhina seseorang mengakui kekeliruan, sebagaimana Tuhan menerima dengan terbuka hambanya yang mengakui kesalahan dalam bentuk tobat.

Pelajaran apa yang kita petik dari kasus Ratna? bahwa dalam satu barisan perjuangan walaupun tujuan mulia namun sangat dimungkinkan satu dua orang berbeda jalan dalam menggapai tujuan.
Seorang kawan bertanya gimana tuh dibohongin Ratna? jawab saya simple dalam hidup teramat biasa kita dibohongin kawan seiring yang sangat dipercaya, jadi jangan baper.

Lalu sikap kita selanjutnya apa? ya legowo menerima dengan lapang dada, sambil intropeksi diri, menata barisan yang sedikit terganggu akibat ulah seorang Ratna, justru dengan kasus Ratna berkurang satu orang yang bisa merusak perjuangan.

Tapi bukan berarti perjuangan berhenti, teruslah berjuang dengan tetap dalam satu barisan, selama belum injuri time, perjuangan tetap tidak boleh berhenti. Untuk selanjutnya berhati-hati dalam mengunyah sebuah berita.

Soal Ratna Bohong gimana! Awalnya geram lalu? Ah biarkan saja toh, kita tidak tahu awalnya kita dibohongin, kita berpasangka baik pada Ratna, toh bukan cuma dia yang tukang bohong, banyak kok yang jadi tukang bohong namun dibungkus dengan kemasan bagus pada akhirnya nanti kebohongan itu akan terungkap.

Jadi apakah kita terus berhenti mengkritisi sesuatu hanya karena kasus Ratna? Oh tentu tidak, tetaplah kritis, dengan kekritisanmu itu akan membuat ada cek and balance dalam kehidupan, justru ketika daya kritis mati kezaliman bisa merajalela.

Kebohongan Ratna pukulan telak tuh! pastinya iya, tapi bukan pukulan mematikan yang bikin KO, pertandingan masih panjang, baru babak penyisihan, tinggal buang Ratna, barisan bisa berjalan lagi.
Saya akan terus berjuang dengan meyakini apa yang saya perjuangkan benar, kebohongan Ratna hanya kerikil kecil dalam perjuangan, tetap semangat.

Selasa, 02 Oktober 2018

Sudut Pandang

Sudut pandang setiap kita dalam melihat sebuah peristiwa itu berbeda-beda, tergantung kepada pengalaman, wawasan, pengetahuan sampai kepada keberpihakan kita pada persoalan atau peristiwa yang sedang trend.

Musibah gempa bumi dan Tsunami bagi kalangan geologis yang berpuluh tahun mendalami ilmu tentang kegempaan, peristiwa ini dipandang dari sudut snice sebagai peristiwa alam yang sudah bisa di dideteksi dan diantisipasi untuk meminimalkan korban.

Sementara dari sudut agamawan berbeda lagi, bisa jadi dia memandang peristiwa itu sebagai musibah, ujian bahkan hukuman karena kita banyak berbuat dosa.

Apapun sudut pandang kita, itu merupakan warna-warni kehidupan yang saling sinergi, ilmuwan memberi pengetahuan agar kita senantiasa waspada akan bencana.

Agamawan memberikan terapi tentang bagaimana kita menghadapi suatu musibah, dengan senantiasa meningkatkan keimanan, kesabaran dan juga kekuatan dalam menghadapi musibah.

Bagi relawan musibah adalah ladang amal untuk membantu saudara-saudara kita yang tertimpa musibah.

Bagi pemerintah itu kewajiban menyelesaikan dampak musibah mulai dari tanggap darurat hingga memulihkan kembali daerah bencana menjadi kembali ke keadaan semula.

Lalu tugas kita apa? lagi-lagi tergantung sudut pandang anda, kalau kita di persatukan dalam persaudaraan, musibah saudara kita di lombok dan palu, adalah musibah kita juga.

Seyogyanya kita membantu minimal dengan doa, naksimal bisa kita menggalang dana bersama, membantu memberikan peralatan dasar sampai membantu memulihkan kondisi mereka disana.

Saatnya berbuat, bukan nyinyir dan saling menghujat dan menyalahkan, sudah 1.000 orang meninggal disana, haruskah kita berdiam diri? yuk bergerak mendonasikan rejeki kita lewat komunitas, lembaga sosial, lembaga dakwah dan para relawan yg berjibaku disana.

Jumat, 14 September 2018

Saatnya Hijrah (Dilema Penduduk Lokal)


Stigma penduduk pribumi (saya lebih suka nyebutnya penduduk lokal) dimata perusahaan atau majikan di lingkungan kerja non formal buruk: cap pemalas, tidak punya etos kerja, banyak tuntutan, tidak punya tanggung jawab dll mengemuka.

Mengapa penduduk lokal punya stigma buruk? mari kita coba telaah secara sosiologis, mereka tuan rumah, dari sisi kebutuhan hidup tercukupi karena masih ditanggung orang tua, etos kerja memang berbeda dengan perantau yang jauh dari keluarga.

Penduduk lokal tidak kerja masih bisa makan, punya tempat berteduh, buat jajan minta uang sama orang tua, kebutuhan tercukupi, sedangkan penduduk rantau tidak kerja mereka sengsara, siapa yang membayari makan, ngontrak, apalagi jajan ?

Minta sama ortu di kampung? mungkin malu, mungkin juga ekonomi ortu juga susah, penyebab orang rantau merantau salah satunya kemiskinan dan tidak ada lapangan kerja dikampung.

Jadilah orang rantau mau kerja apa saja dan mau dibayar murah agar mereka bisa bertahan hidup di tanah rantau, semangat kerja mereka tinggi, etos kerja, lebih disiplin karena kalau kinerja jelek mereka juga bisa dipecat.

Maka terjadilah resistensi antara penduduk lokal yang di stigma negatif sebagai pemalas dengan penduduk rantau yang juga di stigma negatif oleh masyarakat lokal sebagai perebut lahan pekerja penduduk lokal.

Stigma tentang penduduk lokal dan kecemburuan sosial tidak hanya terjadi di Bekasi, diseluruh Indonesia itu menjadi masalah yang cukup pelik.

Pada skala nasional, isu etnis Cina yang menguasai ekonomi indonesia juga kerap terjadi, banyak masyarakat cemburu dengan kemajuan etnis China, maka setiap isu etnis cina menjadi menarik dan viral.

Sesungguhnya para perantau tidak akan maju dan berkembang kalau mereka mendekam di kampung halaman, hijrah mereka lah yang membuat mereka terbuka pikiran, mempunyai etos kerja tinggi dan semangat bekerja.

Penduduk lokal pun kalau merantau pasti akan terbuka wawasan dan pemikirannya, kalau cuma mendekam di kampung dewek yah tetep aja kuper.

Nabi mencontohkan bagaimana cara lepas dari kebuntuan dakwah, setelah hampir 13 tahun dakwah di kampung dewek di Mekkah tidak mencapai kemajuan, Allah perintahkan ummat Islam pindah (hijrah) ke Madinah, dengan penuh keimanan umat Islam berbondong-bondong ikut hijrah

hanya dalam waktu 10 tahun Islam bisa berkembang pesat di Madinah, menjangkau seluruh Jazirah Arab, Mekkah akhirnya bisa ditaklukan umat muslim.

Itulah sebabnya Sayidina Umar menetapkan kalender Islam dimulai saat Nabi Hijrah, karena berkat hijrah perkembangan Islam sangat pesat bisa menjangkau seluruh penjuru dunia sampai saat ini.

Jadi kalau kita penduduk lokal ingin berkembang contohlah Nabi, Hijrah fisik seperti Nabi, keluar dari kampung cari penghidupan dikampung orang.

Bisa juga hijrah mental, tetep tinggal dikampung, perbanyak baca, pergaulan dan wawasan, ciptakan peluang, kreatif dan inovatif.

Susah cari kerja? cobalah berwirausaha bukan ngandelin ngelamar kerja, dengan menciptakan usaha berarti kita lebih mandiri tidak bergantung pada orang lain, tidak lagi ngured-ngured nyari kerja susah, terus nyalahin orang lain.


Jadi mari di awal tahun baru hijriyah, kita bangun budaya baru, hijrah fisik dan mental, jadilah pemuda yang punya jiwa wirausaha.