Arsip Blog

Jumat, 09 Maret 2018

Pilihan "Konyol" Guru Sigit


Sigit mungkin guru yang aneh, peluang meraih jabatan lebih tinggi menjadi Kepala Sekolah, Kepala UPT bahkan Mungkin Kepala Dinas dengan beragam Fasilitas dan pastinya pendapatan tinggi diabaikan.
Dwi Mulyanto Sigit (59) demikian nama lengkapnya, guru Aparatur Sipil Negara (ASN) yang telah 36 tahun mengabdikan dirinya sebagai pengajar di SDN 2 Kedungmenjangan Purbalingga.

Dengan kualifikasi yang dia miliki, bukan hal sulit bagi Sigit untuk memperoleh jabatan tinggi di sekolah maupun kedinasan. Namun ia memilih tetap menjadi guru kelas di sekolahnya hingga pensiun nanti.
Alasannya tidak lazim. Sigit hanya ingin istikamah menyeberangkan siswa-siswanya menuju sekolah. Ia tak ingin amalan yang telah ia jalankan lebih dari 25 tahun itu terputus gara-gara mengejar karir.

Buat sebagian orang alasan Sigit itu mungkin "Konyol", sebagai Guru tugas utamanya mendidik siswa, menyebrangkan siswa itu bisa dilaksanakan pihak lain seperti satpam, polisi bahkan mungkin pak ogah.
Namun Sigit menganggap menyebrangi siswa tugas mulia melebihi tugas-tugas lain, sehingga dia tidak tertarik untuk mengejar jabatan lebih tinggi, hanya karena tidak ingin meninggalkan muridnya menyebrangi jalan sendirian tanpa ada yang membantu.

Tak peduli, hujan-panas, sehat atau pun sakit, Sigit konsisten melaksanakan tugasnya, tanpa berharap mendapat imbalan atau pujian, semua iklas dilaksanan, tengoklah alasan Sigit yang sesungguhnya
"Sekarang saya menyeberangkan anak-anak, itu ibadah yang saya berikan. Suatu ketika kalau saya menyeberang siratal mustakim, mereka akan membantu menyeberangkan saya hingga selamat,"katanya.

Subhanalloh, sebuah amaliah kecil yang dilakukan secara konsisten, lebih mulia ketimbang amaliah besar yang dilakukan sesaat, dalam ibadah yang dianjurkan dan dinilai oleh Allah adalah konsistensi, bahasa lain konsistensi adalah istiqomah melakukan kebaikan.

Ditengah arus dunia yang serba hedonistik dan materialistik saat ini, dimana orang hoby mengejar kesenangan dan materi dengan berbagai cara yang hanya menonjolkan urusan duniawi, Sigit menjadi berbeda, rela menghabiskan karirnya sebagai pengajar dan mendedikasikan dirinya hanya membantu menyebrangi siswanya untuk kesekolah selama lebih dari 25 tahun

Koyolkah Sigit? Tidak, kita butuh orang seperti Sidik, sikap ikhlas rela melakukan sesuatu kebaikan, walaupun dimata orang remeh-temeh sudah jarang kita temukan, cerita pilu guru Model Oemar Bakri yang melaju dengan sepeda kumbang dijalan berlobang sudah hilang, guru PNS dengan gaji, sertifikasi dan tunjangan tinggi menjadikan penghasilan guru meningkat dratis dan bisa hidup sejahtera.

Tapi Sigit tetap memegang teguh prinsip kesederhanaan seorang guru, tanggung jawabnya yang tinggi kepada murid-muridnya, mengorbankan karirnya untuk hidup mendapat penghasilan lebih tinggi, dimata Guru Sigit melayani siswanya lebih utama dibanding jabatan, pendapatan dan pujian

Pesan moral dari Sidik adalah berbuatlah kebajikan tanpa mengharap pujian dan materi, Tuhan tetap melihat amaliah kita, walaupun orang lain menganggap itu naif atau kecil, tapi Tuhan tetap membalas amaliah kecil itu yang dilakukan secara konsisten.

"Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sebesar biji zarrah pun niscaya dia akan melihat balasannya, dan barangsiapa yang mengerjakan keburukan sebesar biji zarrah pun niscaya dia akan melihat balasannya. (QS. Al-Zalzalah[99]: 7-8)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar