Arsip Blog

Rabu, 15 November 2017

Media telah siuman


Pers atau media sering diberi julukan heroik, media adalah pilar keempat demokrasi setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif, media punya fungsi sebagai wacth dog atau anjing penjaga apabila tiga pilar itu menyeleweng.

Pada era orde baru media terkungkung dengan ketat di bawah pengawasan regim otoriter, muncul instilah telepon malam hari, apabila ada sebuah peristiwa yang dianggap dapat membahayakan rezim, maka di malam hari para redaktur media dapat telepon malam hari untuk tidak memberitakan.

Melalui politik perijinan media dikendalikan penguasa, bermodal SIUP, sebuah media dapat ijin terbit, tatkala dianggap menyimpang dari ketentuan maka siup di cabut media langsung mati.

Di era rezim ini media secara sadar telah berubah fungsi dari pengawas menjadi pendukung, media telah kehilangan daya kritis, karena pemiliknya masuk dalam lingkaran kekuasaan. Ada juga karena kesamaan ideologi dengan rezim ini, maka dengan sukarela menjadi pendukung setia, jadilah media corong penguasa yang menghamba pada kekuasaan dan membenarkan apapun tindakan penguasa.

Kasus pemilihan gubernur Jakarta menjadi contoh telanjang bagaimana media utama menjadi pendukung penista, prestasi incumbent dibeberkan tanpa cela, seolah ahok manusia paripurna tanpa cela, visioner, berani dan sangat hebat.

Namun ketika rezim ahok tumbang perlahan namun pasti, borok2 ahok terlihat, membangun tanpa amdal, banjir yang masih banyak muncul di jakarta, reklamasi bermasalah dan kedepan akan terlihat borok2 rezim ahok akan terbuka.

Alhamdulilla Media sudah berani melakukan koreksi pada penguasa, terutama kepada anies-sandi, padahal usia pemerintahan belum seumur jagung, media begitu bernafsu meminta anies memenuhi janji2 politiknya, walaupun secara logika itu tidak masuk akal, masa bakti lima tahun, belum satu bulan berkuasa sudah ditagih janji bejibun, lah yang sudah tiga tahun berkuasa saja janjinya masih panggang jauh dari api.

terlepas dari kepentingan apapun, media yg kritis terhadap kekuasaan itu sangat diperlukan, agar penguasa ada kontrol, jadi sangat positif anies di kontrol penuh media agar amanah yang diberikan tidak di selewengkan.

Namun kritik media sekarang ini banyak dipenuhi salah kutip dan interpretasi wartawan (bisa jadi di sengaja) dalam mengutip omongan pejabat, anies-sandi sering jadi korban salah kutip, contoh tiba-tiba muncul berita, sandi berkata penyebab macet tanah abang adalah pejalan kaki, padahal dalam video yg beredar tidak ada ucapan sandi seperti itu, anehnya sekelas cnn juga salah kutip.

Kasus paling baru katanya ananda sukarlan wo bersama ratusan alumni kanisius, video menunjukan anies disambut antusias, ketua panitia membantah ada ratusan orang wo, tanpa konfirmasi, cek dan ricek media begitu saja melahap berita itu, mereka hanya konfirmasi pada ananda bukan kepada panitianya, seperti ada pola begitu ada umpan yg merusak anies langsung tulis, ketika salah di koreksi, lucunya ada yg di koreksi sesudah berita dimuat satu tahun wkkkk.

Sayangnya media begitu agresif membedah anies-sandi, dan amnesia dan tumpul daya kritis ketika memberitakan pemerintah pusat dan presiden sekarang, semua ok, bagus, tanpa cela, terus kalau ada ada yang mencoba memberitakan yg negatif para buzzer siap membully.

Tetapi kita tetap harus bersyukur ada keseimbangan baru, media sudah siuman dari tidur panjang daya kritis, anies-sandi adalah sansak tinju yang empuk buat menghantam segala keburukan penguasa, sehingga anies-sandi akan lebih hati2 menjalankan amanah, tahan banting dan istqomah.

Satu catatan penting yg harus di ingat, jika kepemimpinan anda di puja-puji terus menerus oleh pengikut anda dan pers ikut menyanjung setinggi langit, tanpa ada yg berani koreksi maka itu tanda2 kepemimpinan anda menuju kematian, pujian berlebihan tanpa fakta, akan melahirkan penjilat yang miskin daya kritis, waspadalah

Selamat siuman dari tidur panjang para insan pers, jujur ya saya dulu sangat percaya pada akurasi berita media arus utama, sekarang sih sudah lama tidak percaya, lebih banyak menebar hoax ketimbang fakta, jadi kalau ada kasus seumpama ummat memboikot sesuatu, itu bukan berarti bodoh, ummat sudah cerdas, tidak menelan mentah2 berita hoax dari media utama, boikot itu salah satu bentuk perlawanan, meskipun banyak yang nyinyir

Mereka yang nyinyir itu belum tentu pintar bisa jadi dia pelahap informasi hanya dari media utama, seperti kata rocky gerung pencipta hoax terbesar adalah pemerintah termasuk media2 pendukungnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar