Arsip Blog

Minggu, 12 Februari 2017

Pers yang tidak berubah


Dulu di zaman orba insan pers itu bak pesakitan, mereka yang kritis pada orde baru akan mengalami nasib seperti habib riziek dkk saat ini. Karena tekanan yang demikian keras, akhirnya mereka membuat media bawah tanah yang mungkin saat ini dianggap media penyebar hoax oleh rezim soeharto, tirto sebuah media online yang berbeda membahas dengan detail silahkan baca.

Kini pers demikian bebas, tanpa siup setiap orang bisa membuat media tanpa perijinan rumit. Lantas merdeka kah insan pers? Belum tentu, pers itu seharusnya netral dan tidak berpihak apalagi menjadi corong penguasa atau pemilik modal yang jadi pengurus partai.

Faktanya pers kini telah terkotopsi pada kepentingan pemilik modal yang berubah wujud jadi politisi, mereka berkolaborasi dengan pengusaha untuk mengamankan kelanggengan, kasus ahok adalah contohnya, bahu membahu pers dan pengusaha menggoreng kasus ini sehingga seakan ahok manusia paling suci, paling beradab, paling mulia yang patut di bela sedemikian rupa.

Ketika rakyat menuntut mereka berlaku adil, namun bukannya perlakuan adil yang di dapat, pelintiran demi pelintiran berita mereka lakukan sehingga ummat menjadi marah, teramat wajar kalau ada diantara mereka kehilangan kesabaran, wartawan media yg tidak adil itu menjadi sasaran amarah.

Kemana insan pers yang idealis? Yang mengungkap fakta tanpa opini pribadi? Yang berani melawan arus untuk mengungkap sebuah kejujuran?

Jangan salahkan masyarakat ketika mereka berpaling dari media mainstream, karena media arus utama itu telah menjadi rezim baru penyortir kebebasan, redakturnya menghamba pada pemilik modal, sedangkan pemilik modal menjilat pada penguasa.

Sejatinya kebebasan pers sudah sirna, dulu pers berhadapan dengan rezim penguasa, kini pers menghamba pada pemilik modal. Tiada yang berubah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar