Arsip Blog

Senin, 07 November 2016

Standar ganda demokrasi


Salah satu inti ajaran demokrasi adalah kebebasan mengeluarkan pendapat baik melalui lisan ataupun tulisan, bentuknya bisa berupa membuat tulisan, opini, berita dan juga aksi damaiDalam alam demokrasi aksi damai adalah hal biasa, bahkan terlalu biasa, sama biasanya kita makan sambal, ada yang tidak suka, banyak juga yang suka, jadi tidaklah terlalu istimewa kalau ada kelompok masyarakat tidak puas terhadap suatu kebijakan pemerintah melakukan aksi turun ke jalan, itu sah, konstitusional dan di lindungi undang-undang.

Di alam reformasi ini teramat sering kita melihat aksi turun ke jalan, mulai dari mahasiswa, buruh, dan kelompok masyarakat lain, biasanya berakhir dengan damai, kalaupun ada pernak-pernik rusuh, itu bisa dilokalisir, sikap masyarakat pun sudah biasa dan tidak terlalu alergi terhadap unjuk rasa.

Sikap masyarakat yang sudah dewasa ini berbanding terbalik dengan sikap para tokoh yg sering mengaku pejuang demokrasi dan tokoh pluralisme mereka begitu toleran jika kelompoknya atau kelompok lain berunjuk rasa namun ketika umat islam ingin menyalurkan hak konstitusionalnya melalui aksi damai para "tokoh" ini langsung paranoid.

Belum juga ge di laksanakan, mereka sudah membangun opini di media yang se ide, dengan memberi stigma negatif, maka muncullah berita menyeramkan dari kutipan mulut mereka di medua seakan negeri ini akan runtuh ; demo bisa anarkis, ini ulah kaum radikal, bisa ditunggangin isis, tragedi 98 bisa terulang dan judul judul lain yang menyeramkan.

Untuk memperkuat opini, mereka membuat panggung diskusi dan seminar seolah-olah ilmiah menghadirkan pakar tukang - yang rela dibayar murah sama murahnya dengan peserta aksi bayaran- membedah dan menganalisa dampak aksi damai hebatnya mereka kompak bahwa aksi damai umat islam jika terjadi akan ricuh dan anarkis, karenanya patut di cegah.

Disini mereka kehilangan nalar, kebebasan berpendapat yang mereka agungkan, menjadi hilang
makna kala umat islam yang melakukan, seakan umat islam itu tidak layak berdemokrasi dengan cara aksi damai karena pasti berakhir ricuh, hanya kelompok nyalah yang bisa berlaku beradab ketika berunjuk rasa.
Nah ketika aksi damai umat islam jilid satu berlangsung damai, dengan dihadiri ribuan orang media mereka bukannya meliput kedamaian yang mereka tuntut, mereka mencari kesalahan dengan mengatakan banyak taman yang rusak di injak, sampah berserakan dan jumlah peserta aksi yang di kecilkan dari puluhan ribu menjadi ratusan saja

Standar ganda demokrasi sudah sering mereka terapkan terhadap umat islam, jika mereka melakukan aksi unjuk rasa, media mereka fokus pada inti tuntutan, seakan tuntutan mereka sangat benar dan patut di dukung semua komponen bangsa, tidak pernah mereka fokus pada pernak pernik demo, taman rusak, sampah berserakan, lucunya demo kelompok mereka sangat sedikit pesertanya, namun tuntutan mereka seakan semua anak bangsa di negeri ini di klaim menyetujui aksinya.

Pada aksi damai jilid dua pun sikap mereka sama, bukannya fokus pada tuntutan ummat islam, aksi anarkislah yang mereka liput, mereka besar2 kan, kutipan pejabat dijadikan headline, tuntutan umat diabaikan, jadilah headline berita utama mereka seragam.

Satu hal lagi bentuk kemunafikan mereka, apabila salah satu media mereka tercolek aparat atau masyarakat, akibat pemberitaan bias seperti kasus pengusiran wartawan tv di salah satu aksi damai, mereka kompak berteriak ada upaya membungkam kebebasan pers,lengkap dengan sejuta argumen pembenaran, dewan pers lansung bersuara, namun sewaktu 6 portal islam di blokir pemerintah dengan alasan menyuarakan radikalisme tanpa melalui putusan pengadilan mereka sariawan, mereka membiarkan, tidak ada pembelaan dari kalangan mereka, dewan pers pun ikut sariawan, lucunya salah satu yang di blokir itu ada portal darut tauhid milik aa gym, sejak kapan aa gym jadi orang radikal? Hallo ente mati rasa ya?

Mengapa standar ganda mereka selalu terapkan? Banyak faktor, salah satu yang paling menonjol adalah keinginan mereka untuk menghegomoni pemahaman demokrasi sesuai dengan yang mereka inginkan, pada ujungnya mereka dapat meraih kekuasaan dan menikmati secuil jabatan, posisi sekelas komisaris cukuplah membungkam mereka.

Demokrasi dalam pemahaman mereka cenderung liberal dan sangat alergi pada agama terutama islam, mereka begitu permisif pada nilai-nilai liberal ala barat, soal gay dan lesbian misalnya mereka membolehkan itu bagian dari hak asasi manusia, begitu juga dengan pelacuran, bagi mereka pelacuran adalah sebuah profesi biasa yang tidak perlu di berantas, buat mereka kampanye dampak aids adalah memberi kondom bukan menghilangkan pelacuran.

Mereka sangat anti dengan sikap keberagamaan yang formalistik mengacu pada praktek keberagaman yang utuh misalnya soal jilbab, mereka menganggap itu budaya arab bukan budaya islam, tidaklah wajib, perda berbau syariah langsung di tolak.

Jadi sudah ada benih- benih kebencian terhadap islam di dalam alam bawah sadar mereka, makanya mereka begitu membenci ulama yg berada di mui, karena kerapkali mui itu mengeluarkan fatwa yang sangat merugikan gerakan mereka. Fatwa tentang aliran sesat misalnya itu benar2 membuat mereka pening karena fatwa itu membuat umat punya pedoman mana ajaran yang benar dan menyimpang, buat mereka semua ajaran benar dan harus benar tidak ada yang salah.

Mereka sering teriak sok moralis, cinta damai dan anti kekerasan, namun dalam status mereka di sosmed, sangatlah bertolak belakang, kata2 isi toilet yang banyak digunakan ahok, sering mereka pakai, kalimat provokatif menjadi hal biasa, kekerasan verbal dengan begitu mudah mereka tulis, memberi label dengan sebutan kurang pantas pada lawannya seakan menjadi kebiasaan, memutar balikan fakta juga bisa.

Sayangnya dikalangan islam banyak yang terpengaruh cara berpikir mereka, ada yang menjadi pengikut setia kaum liberal, jadilah mereka sok liberal dari kaum liberal, sering nyinyir dan meremehkan gerakan islam, memandang remeh ulama dan ikut menghujat mereka yang ikut aksi damai.

Aksi bela islam yang mampu mengumpulkan massa ratusan ribu ummat, di gerakan dengan swadaya, di mobilisasi dengan sangat apik dan dibiayai secara swadaya merupakan sebuah prestasi besar gerakan massa di negeri ini, bisa jadi ini membuat membuat mereka tercengan dan iri hati, tidak pernah ada dalam sejarah modern negeri ini, ada massa demikian besar dikumpulkan, menyuarakan tuntutan yang sama, bahkan seorang Deny JA salah satu gembong liberal tidak bisa menyembubyikan rasa kagum terhadap gerakan massa aksi bela islam.

Berdampakah aksi bela islam? Sangat berdampak, pemerintah seperti kelimpungan, presiden sampai sowan ke Prabowo dan mengundang ulama ke istana untuk meredam umat, aparat sibuk dengan antisipasi dengan show of porce laksana perang, para pimpinan partai pendukung ahok membisu tak sanggup coment, pada akhirnya tekanan itu memaksa penerintah mempercepat proses hukum.

Pertarungan panjang antara kaum liberal dan islam dalam menafsirkan demokrasi akan terus berlangsung, sampai pada ujungnya bisa saja mencapai titik temu, namun buat yang pro liberal patut dicatat keunggulan mereka yang mampu menguasai media massa dan televisi sehingga bisa menciptakan opini dan mempengaruhi kebijakan negara, tidaklah berlangsung lama.

Media arus utama sudah mendekati alam kubur, seperti bangkrutnya taxi konvensional dengan berganti mode tranpotasi online uber, grab, gojek, masyarakat sudah mulai cerdas untuk tidak menelan mentah2 informasi yang di buat media utama yang seringkali isinya bias, media sosial sudah banyak menggantikan peran sumber informasi baru yang lebih akurat.

Mobilisasi gerakan pun senyap, lewat grup Wa, tele, path mereka bisa berkomunikasi dan saling bertukat informasi, counter isu sangat gampang dalam waktu sekian menit berita arus utama yang kategori sampah sudah bisa di netralisir.
Pasnabung cyber juga tidak efektif, sangat mudah terbaca dan akan bubar kalau sumber gizinya habis, satu lagi yang mereka lupa di balik gerakan islam ada satu ideologi kuat mengikat mereka dari yang maha tinggi yaitu Allah SWT.

Ahok yang demikian di puja dan digdaya bisa membuat legislatif, kpk, bpk kocar kacir, namun hanya oleh sepotong video dia menjadi paria penista islam, kuasa Allah turun, Tuhan Yang Maha Agung mengabulkan doa mereka yang teraniaya akibat mulut comel dan kebijakan ahok menggusur mereka dengan sadis, doa kaum teraniaya langsung di ijabah.

sulit buat presiden untuk melindungi ahok, walau mereka bisa saja merekayasa proses hukum yang menguntungkan ahok, namun cap penista islam tidak akan lenyap dari memori ummat yang sudah terlanjur marah, kalaupun ahok lolos dari proses hukum dia tidak akan bisa tidur tenang seperti salman rusdie yang menghilang seumur hidup di inggris sana, sementara ahok hidup ditengah ratusan juta umat islam, bisa jadi tiap malam dia mengalami mimpi buruk, bohong sekali kalau ahok sok kuat, di tekan satu orang saja kita sudah pening, apalagi di tekan ratusan ribu orang pasti mumetlah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar