Apa itu Pedagang Kaki Lima (PKL) mari kita kutip definisinya di Wikipedia, Pedagang Kaki Lima atau disingkat PKL adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang melakukan kegiatan komersial di atas daerah milik jalan (DMJ/trotoar) yang (seharusnya) diperuntukkan untuk pejalan kaki (pedestrian ).
Bagi penguasa sebuah Kota PKL tidak lebih dari musuh nyata, PKL sering memanfaatkan jalan dan trotoar sebagai tempat berdagang, menimbulkan kekumuhan, kemacetan, merusak pemandangan kota dan harus di singkirkan, paradigma berpikir penguasa kota tetap saja primitif bukannya melokalisir, menata dan membina PKL, mereka berpikir instan PKL harus di tertibkan.
Satpol PP sebagai aparat terdepan menjadi petugas utama melakukan penertiban, maka ketika penertiban terjadi seringkali kita melihat sebuah tragedi kemanusian, barang di rampas, PKL ditendang, sampai gerobak diangkut, PKL menangis meraung-raung, Satpol PP menunjukan watak arogan.
Ada yang bersorak girang ketika PKL ditertibkan, bahkan ketika Anies-Sandi menata PKL di Tanah Abang beramai-ramai dihujat, semua bekoar melanggar UU, ajaibnya ketika Reklamasi dan Meikarta dibangun melenggang bebas tanpa peduli UU - Dedy Mizwar bilang Meikarta seperti negara dalam negara - dengan melanggar berbagai undang-undang, ratusan pertokoan dan rumah berdiri tanpa IMB, Amdal yang ngawur, mereka semua mingkem, mereka seakan lebih bangga pada aseng yg melanggar hukum, ketimbang Gubernur yang peduli pada rakyat kecil memberi secuil tempat berdagang dengan menghujat sebagai pelanggar UU.
Ahmad Dani pernah bilang secara sarkasme tentang PKL “Kita menoleransi keberadaan pedagang kaki lima yang ngembat badan jalan karena butuh makan murah,” kata Dhani. Strike two!"
Dhani Benar banget tengok di gedung-gedung jangkung di perkantoran ibukota, mereka yang kelas menengah, berdasi dan bergaji tinggi, rela makan dipinggir jalan yang kumuh dan jorok, hanya ingin mencari makanan murah dan terjangkau.
Jangankan di gedung jangkung, mereka yang berlibur di hotel berbintang, menggunakan mobil mewah, emoh makan di hotel, paling untuk sarapan gratis yg disediakan hotel mereka mau makan, selebihnya mereka pasti lebih suka beli di kaki lima ketimbang di hotel, untuk seporsi nasi goreng di hotel bisa mencapai 50 ribu, di kaki lima hanya 20 ribu.
Mana mau mereka berlibur sambil ngajak pembantu dan sopir makan nasi goreng seporsi 50 ribu? Jadi mereka yang teriak musnahkan PKL susungguhnya munafik karena mereka juga butuh PKL untuk menghemat biaya makan.
Maka ketika Anies-Sandi merubah PKL menjadi Pedagang Kecil Mandiri (PKM) teramat tepat, PKL itu sesungguhnya pebisnis sejati mereka modal mandiri, tiada kucuran dana pinjaman dari pemerintah apalagi dapat pinjaman BLBI, mereka tidak pernah merengek pada pemerintah untuk dikasih fasilitas ini itu - sementara pengusaha besar rajin mengeluh, minta insentif pemotongan pajak (bahkan di beri ampunan pajak), kemudahan regulasi sampai menekan UMR. Tidak ada ceritanya PKL itu kolusi pada penguasa, apalagi membawa lari duit BLBI, yang ada mereka lari-lari dikejar satpol PP.
Satu-satunya kesalahan PKM itu hanya berdagang bukan pada tempatnya, itupun terjadi karena ketiadaan modal dan minim akses ke perijinan, kalaulah pemerintah lebih peduli, memberikan akses tempat, permodalan dan perijinan yakin PKM akan berkembang pesat.
Maka kepedulian penguasa teramat di perlukan untuk membina para PKM, kepedulian itu di tunjukan secara simultan bukan live service, bukan pencitraan apalagi buat modal terpilih lagi di periode betikutnya, keberpihakan Anies-Sandi patut di apresiasi, meski belum sempurna tapi setidaknya pada sikap dan kebijakan telah ditunjukan, hasilnya bagaimana? Waktu yang akan membuktikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar