Hari ini saya bernostalgia, dua tahun lalu saat menghadiri Aksi Bela Islam, saya membuat tulisan di FB judulnya Massa Diam, oleh Koran Radar Bekasi Tulisan itu dimuat sebagai artikel dengan Judul "Ahok Diadili Masa Diam Akan Diam". Tulisan itu bisa di baca ulang di blog pribadi saya
Waktu itu ummat marah saat Ahok menista Al Quran, Seorang Ahok awalnya dengan pongah enggan meminta maaf, dia merasa dirinya jaya, berkuasa, didukung pusat kekuasaan dan media, tidak mungkin tersentuh hukum.
Dua tahun lalu, berbagai kecurigaan, intimidasi, label disematkan kepada peserta 212 yang menuntut Ahok diadili, mulai dari : intoleran, anti Pancasila, anti NKRI, ingin mendirikan khilafah, mau menjadikan Indonesia seperti Suriah, ISIS sampai Teroris
Pada akhirnya Berjuta orang dengan berbagai mode tranpotasi, mobil, motor, kereta, pesawat, sampai ada yang berjalan kaki, tumpah ruah menuju monas menuntut penista Quran dihukum, dunia terkejut, aparat kaget, para pembencir terperangah, kok bisa massa jutaan orang bisa berkumpul dengan tertib, aman, nyaman, hingga satu rumput pun tidak ada yang terinjak.
Pada akhirnnya Ahok tumbang, terhina dan terpenjara, pilkada KO, masa tanpa senjata yang diremehkan itu bisa menumbangkan kekuasaan yg didukung penuh rezim berkuasa, media dan dana tanpa batas.
Hari ini sama dengan dua tahun yang lalu, pembenci masih sama, tuduhan tetap sama dan rezim yang berkuasa juga sama, Reuni 212 kedua, lagi-lagi bikin heboh dan pusing para pembenci, mereka mencoba menghadang dengan berbagai cara dan ancaman, tetapi tidak mampu membendung arus massa laksana air bah mengalir tanpa henti.
Justru saya melihat alumni 212 semakin solid, jumlah peserta semakin bertambah, kekalahan si penista dan perilaku para pembenci yang saking bencinya berani membakar bendera tauhid membuat militansi mereka semakin tinggi dan terjaga selama dua tahun.
Jam 04.30 saya berangkat, stasiun Bekasi sudah penuh, kereta sesak, berdiri pun susah, ketika sampai stasiun Manggarai kereta dari bogor pun penuh, kawan saya mau berangkat sampai stasiun Bekasi pukul 05.30 nyaris tidak kebagian kereta.
Ketika sampai stasiun Gondangdia, harus antri setengah jam untuk keluar pintu masuk, saat menyusuri jalan ke monas, tetap saja ribuan orang tumpah ruah memenuhi jalan, memasuki monas pukul 07 pagi jutaan orang sudah duduk khusu mengelilingi monas dan kawasan sekitarnya.
Saya tidak bisa mendekati panggung utama, saking padatnya massa, yang bikin haru dan hampir air mata ini menetes, bendera Tauhid yang pernah di bakar dan dihinakan berkibar tinggi dengan gagah melalui tangan-tangan mereka yang cinta setulus hati atas kalimat ikrar itu.
Topi, sal, antribut Tauhid dikenakan semua peserta, memakai baju seragam nyaris sama berwarna putih, Monas pun sangat eksotis memutih, ada rasa haru menyaksikan suasana ini, jika anda hadir disini tiada biasa berkata selain berkata subhanallah Allah Hu Akbar.
Mereka dibayar? ah kamu teramat bodoh, bandar mana yang mampu membayar jutaan orang untuk menghadiri kegiatan yang tidak menghasilkan materi dan uangnya kembali?
Ternyata massa diam itu tetap solid, tetap bisa bergerak sendiri dengan komando jamaah-jamaah kecil, dengan iman di dada menyakini kalimat Tauhid di negeri ini masih bisa ditegakan.
ketika kamu masih berkeras kepala meremehkan massa ini seperti Ahok, lalu kamu terus menerus menghinakan kami, keyakinan kami, kecintaan kami, maka tunggu lah kau bernasib seperti Ahok tumbang dengan tragis.
Loh kok Reuni 212 jadi kegiatan politik? kami datang reuni mengenang perilaku seorang pemimpin yang dengan pongah berani menista Quran kita suci kami, agar dikemudian hari orang seperti itu tidak muncul lagi di bumi nusantara.
Kami bersilaturahmi, berukhuwah, berdoa, agar negeri kami di pimpin oleh orang soleh yang peduli pada agama, bukan pemimpin yang menzalimi ulama-ulama kami.
Bahwa pada ujungnya anda menilai itu politik, yah silahkan hak kamu menilainya, 2019 nanti, kami tahu siapa yang kami pilih, para Alumni 212 juga cerdas siapa yang bakal mereka pilih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar